Sekilas Menelisik Tragedi Nakba  

Mansurni Abadi

Modernis.co, Malaysia – Tidak lengkap rasanya, kalau kita membahas konflik Israel vs Palestina tanpa menelisik seputar Nakba yang terjadi sebelum dan sesudah pembentukan Israel pada tanggal 15 mei 1948. Nakba atau diartikan sebagai bencana  karena di hari itu dan sesudahnya warga Palestina menjadi stateless (hidup tanpa negara) sampai dengan hari ini. 

Nakba kemudian menjadi memori kolektif bagi orang Palestina yang masuk kedalam jiwa mereka  menjadi  semangat perjuangan dan identitas kolektif yang oleh  Pierre Noura (1996) seorang pakar teori memori asal prancis disebut ‘site of memory’ (lieux de mémoire) — tempat di mana  traumatis, kemarahan, dan penghinaan menjadi satu dan sudah menjadi “chosen trauma”.

 

Meminjam istilah dari psikologis sosial, Vamix Volcan yang kemudian  membentuk perasaan sebagai korban yang ingin menuntut balas dari generasi ke generasi, jadi bisa kita katakan  kejadian 7 Oktober yang menghancurkan Gaza secara keseluruhan merupakan balasan yang tidak setimpal dengan apa yang telah diperbuat oleh rezim Zionis. 

Tentunya kita yang bersimpati terhadap Palestina perlu mengingat  nakba sampailah intifada agar pembelaan kita tidak terkesan fomo yang sifatnya musiman, karena kolonialisme di tanah Palestina bukanlah isu musiman yang gemanya baru kita pedulikan ketika terjadi perang dengan eskalasi cukup besar seperti saat ini. 

Elias sanbar, sejarawan Palestina pada 2011, dalam  essay nya ‘out of time, out of the place’ menuliskan jika Nakba bukan hanya seputar pengusiran tapi juga penghapusan secara sistematis peradaban Palestina  lewat teror baik yang dilakukan kelompok militan yahudi seperti irgun,levi, dan haganah maupun entitas negara Israel dan sekutunya.  

Pejuang pemikir asal Palestina lainnya seperti  Edward Said dalam bukunya culture and resistance membenarkan jika telah terjadi penyelapan dalam waktu yang singkat terhadap Palestina pasca terjadinya Aliyah atau istilah yang merujuk pada migrasi Yahudi dari Eropa secara besar-besar pasca perang dunia ke 2. 

Mandat PBB yang akan berakhir pada tanggal 15 Mei 1948, menjadi moment bagi rezim zionis kala itu untuk memulai proyek Nakba, cobalah baca buku dari Simon Sebag tentang Yerusalem banyak bercerita seputar ini. 

 Meskipun dikemudian hari pihak Israel membantah telah mengusir rakyat Palestina, namun sejarah ternyata berkata lain. ada banyak pembantaian yang dilakukan oleh militan Yahudi  di desa-desa masyarakat arab di sekitar tepi barat seperti seperti di Deir Yassin (1947), Majd Alkrum ( 1948), Abbas Siyeh (1948), Al-dawayiwa (1948),Tor il Zagha (1948), dan masih banyak lagi juga di Jalur gaza lewat operasi yang mereka sebut sebagai operasi  aeriel bombardment bahkan intelektual Yahudi seperti Noam Chomsky dan Norman Flankenstein yang cukup fokal melawan zionisme membenarkan perkara itu. 

Akibat dari Nakba,penduduk Palestina berkurang cukup drastis, jika ada diaspora Palestina hal itu era kaitannya dengan tragedi nakba yang menjadi pembuka jalannya settler colonialism, istilah yang merujuk pada bentuk penjajahan yang bersifat menggusur populasinya yang sudah bermukim lama dan menggantinya dengan populasi pemukim baru yang berasal dari pihak penjajah.

Tentunya membahas nakba ini sangat kompleks bukan karena ketidakbenarannya tapi sedikitnya informasi tentangnya, karena sampai dengan hari ada upaya politicide (pembunuhan secara politik ) segala  kebenaran tentang nakba agar masyarakat dunia tidak tahu tentang ini tetap rapat terjaga 

Akhirul kalam,  sungguh ironis jika  imigran yang dulunya korban kini malah mengorbankan penduduk yang dahulu menerimanya dengan tangan terbuka, maka benarlah perkataan salah seorang intelektual Yahudi sendiri, Baruch Kimmerling dalam bukunya Politicide: Sharon’s War against the Palestinians (2003). 

Jika pendirian Israel sebenarnya membawa dosa yang amat sangat besar bagi kemanusiaan dan bertentangan dengan ajaran taurat yang mereka yakini lebih jauh daripada itu Zionisme sebagai ideologi dan gerakan yang mencentuskan nakba adalah kanker bagi peradaban barat yang selama ini berteriak lantang seputar kemanusiaan. 

Oleh: Mansurni Abadi, Mantan Pengurus IMM Malaysia/Pengurus Riset Perhimpunan Pelajar Indonesia Malaysia 

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment